Pages

My Cikapundung's Stories.. #1

Aku menelan ludahku, merasa bahwa aku berada di tempat yang salah. Otot-otot wajahku menegang, sulit sekali untuk tersenyum lebar. Lututku gemetar, melangkah satu dua saja rasanya susah. Tanganku gemetar, tak sanggup mengambil fokus pada ponsel yang kupakai untuk memotret. Tidak. Aku tidak menyesal, hanya merasa ini adalah kesempatan yang jarang datang padaku, kesempatan yang menantang bagian dari diriku yang pengecut dan lemah. Aku menatap salah seorang di antara mereka dan mendengar sekali lagi kata itu: RAFTING!!!!

Kalapa, 27 Januari 2013

Perbincangan semalam dengan Nurdin akhirnya membuahkan satu keputusan untuk pergi ke daerah Banceuy (lagi), melakukan observasi sepanjang aliran sungai Cikapundung, sebelum menjalankan Program ARUS di Kecamatan tersebut. Aku sudah mengontak ketua divisi lain untuk pergi bersamaku, namun keduanya sudah memiliki jadwal yang lebih penting untuk didahulukan. Pasukan yang datang hanya 4 orang, dengan komposisi: Aku, Haryo, Nurdin, dan Yusuf. 


Setelah membuat ketiga adik tadi (Haryo, Nurdin, Yusuf) menungguku selama kurang lebih 10 menit di Kantor Pos Indonesia daerah Banceuy, aku berjalan kaki dengan mereka menuju RT 2 RW 7, Kecamatan Sumur, Banceuy. Sebetulnya aku hanya tahu hari ini aku akan jalan-jalan di sepanjang bantaran sungai Cikapundung dari Nurdin. Detailnya, I’m totally blank! Haryo yang kebagian mandat untuk mengatur pertemuan beserta konten acaranya. Tiba di sana aku mulai mencium hal yang tidak beres, sebagian orang tampak sibuk mengumpulkan baju pelampung, sebagian yang lain mengurusi perahu karet (belakangan aku tahu, namanya Inflatable Raft). Aku bengong. Ini mau jalan-jalan, kan ya?

Aku menyalami semua orang yang ada di sana, dan perlu dicatat mereka semua LELAKI! Aku semakin merasa aneh, rasanya yang akan kami lakukan bukan bagian yang bisa di-handle perempuan atau setidaknya kebanyakan perempuan. Mulai stress. Ini mau ngapain sih sebenarnya?? Bertemu dengan Pak Andri dan  Pak Dedeng (pihak yang akan membantu jalannya proyek kami di sini) akhirnya aku menemukan kebenaran yang sebelumnya berkabut: ya, kami memang akan jalan-jalan hari ini, tapi BUKAN DENGAN BERJALAN KAKI. Cara paling tepat untuk melihat bantaran sungai adalah dengan ‘berlayar’ di sungai itu, turun langsung, membersihkan sampah-sampah yang hanyut di alirannya, merasakan dalamnya air yang warnanya coklat itu! RAFTING, guyssss… (Mimpi apa aku semaleeemmmm???) Aku terhenyak, so, ini yang dimaksud dengan jalan-jalan yang dibilang Nurdin semalam. Sepertinya kaum lelaki dan perempuan menggunakan kosa kata yang sama untuk kegiatan yang menurutku berbeda. jalan-jalan yang aku bayangkan ya jalan, pake kaki, bukan naek perahu karet, menyesuai aliran sungai dengan dayung. Lemes seketika! (mulai deh tuh gejala-gejala kepengecutan terlihat.haha…). well, it’s all my fault to not confirm it in detail. -,-‘’

Untunglah pakaian yang aku kenakan tidak saltum-saltum amat: Jaket hitam, polo shirt kuning punya si babeh, celana panjang hitam, dan sepasang sandal jepit. Aku mengkhawatirkan sandal jepitku sebenarnya. Maksudku, seumur-umur aku denger, gak ada yang namanya rafting pake sandal jepit! Lagipula aku pikir seorang melankolis sepertiku bisa semaput di jalan meski gak terjadi apa-apa.haha…  Pertama, aku gak suka sungai (air- maksudnya), apalagi yang warnanya cokelat, yang aku tidak tahu kedalamannya seperti apa, dan tidak tahu juga di dalamnya ada apa. Kedua, aku gak bisa renang (aku sama sekali gak percaya sama pelampung). Kalau nanti si perahu karet itu terbalik dan aku ‘terjun’ ke sungai yang dalemnya tiga meter gimana??? Ketiga, aku gak suka ngegabut (yang lain kerja, aku nganggur). Bayangkan, mereka nanti akan ‘kerja keras’ mengendalikan si perahu karet. Sementara aku diem di tengah, kayak putri keraton. Keempat, masalah paling utama, jauh di bagian diriku aku tahu, aku pengecut, yang selalu menghindar dari tantangan-tantangan semacam ini. Ketakutanku selalu mengalahkan keinginanku untuk mengecap hal baru.



Dan…… Aku putuskan untuk pasrah saja.haha.. Kapan lagi aku bisa punya pengalaman langka seperti ini (dalem hati: please larikan aku dari siniiiii!!!!! :P). It’s not my self to run away, bukan gayaku untuk lari dari sesuatu yang sudah aku sanggupi sebelumnya, bukan gayaku juga merengek manja pada kaum Adam (bukan apa-apa, malu aja rasanya..). Pengalamanku di pramuka selama 3 tahun di SMA ditemani 1 cewek langka dan 10 cowok durjana (upss, hampuranya para Tajimalela :D ), seharusnya bisa membuat aku lebih berani.
“ teh Nurma, nanti basah-basah gak apa-apa?” aku mengangguk meski jantungku kembang kempis.
“Ikut turun teh?” mengangguk lagi sambil menelan ludah.



Hasilnya, tidak buruk juga. Ini menyenangkan kok, meski aku komat-kamit dalam hati berdoa semoga tidak ada insiden buruk, dan memasang poker face (bukan poker face sebetulnya ya, tapi shock, sampai gak bisa ketawa). Tapi aku menikmatinya. SWEAR! Aku menikmatinya, meski mau tidak mau, aku jadi putri raja untuk dua setengah jam aku di sana, duduk di tengah sementara para lelaki sigap di pinggir mengayuh, atau terkadang aku saja yang ada di dalam perahu karet sedangkan para lelaki turun ke sungai dan mengawal perahu tersebut. yeah.. apa yang bisa diharapkan? Ikut turun dan cari mati?haha…

 
Semoga tantangan-tantangan lain dapat kuterima dengan lebih baik. Sayang sekali jika harus melepas kesempatan yang jarang datang hanya karena sisi pengecutku menguasai.

0 komentar:

Posting Komentar