Pages

Teman Separuh Perjalanan

Sepanjang perjalanan, tempat duduk di sampingku kosong. Sementara bis ini terus melaju dengan lembut, seperti alunan Pavane yang digubah Faure. Aku terkantuk-kantuk dengan ransel besar yang menjadi alas kedua tanganku, kepalaku bersandar di jendela bis, memperhatikan gerak semu pepohonan.Saat itulah dia datang..

Seorang gadis bercelana jeans duduk di sampingku, aku menggeser sedikit badanku agar dia lebih leluasa. Aku kembali merebahkan tubuhku ke samping jendela, bersiap meneruskan pengamatan, mencoba menemukan hal menarik yang terjadi di luar sana.


" Teteh mau ke Sukabumi?", pelan suara itu terdengar, namun cukup membuatku menoleh. Kujawab dia dengan anggukan. Senyumku akhirnya mengembang, entah kenapa.

" Dari mana, Teh?", keantusiasannya bukan hal yang dibuat-buat. matanya berbinar. Aku memutuskan meninggalkan pengamatanku.

" dari Bandung."

" Kuliah, ya? Kakakku juga kuliah lho di Bandung." Suaranya semakin terdengar gembira. baru kali ini aku bertemu dengan orang seramah dia.

" Iya. Ngambil jurusan apa, kakakmu?".

" PKn. nanti dia jadi guru." Aku mengangguk, tersenyum lagi. dia tampak seperti adikku meski perawakannya lebih tinggi dan kurus.

" Kamu masih sekolah? Kelas berapa?", kucoba memastikannya.

" harusnya sih kalau sekolah aku SMA kelas XI! Aku tidak berminat sekolah.. Sekarang aja kursus komputer dan bahasa inggris. itu juga hasil paksaan...", suaranya sekarang terdengar lebih lepas. Dia tertawa. Aku terperangah, tak mengerti maksud dari tawanya.

"Oh....", sejenak aku terdiam. " Kenapa? Sekolahnya gak sesuai dengan yang kamu mau?". Suaraku sedikit tertahan, takut menyinggungnya.

" Bisa dibilang begitu sih.. tapi memang aku yang sudah gak mau mikir-mikir pelajaran lagi. Bosan!". tawanya membahana lagi. Aku semakin tidak mengerti. Entah kenapa aku merasa ada yang salah, sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan.

" Mau pergi ke daerah mana?".

" Cisaat. Ketemu sama tunangan. Dia lagi sakit. akhir-akhir ini sepertinya dia kecapekan.. Aku sama dia udah lama, sejak aku SMP................". dia begitu bersemangat menceritakan lelaki yang sudah dikenalnya selama empat tahun itu. Aku menatap matanya, mencari sesuatu, meski aku tidak tahu apa.

" wah...selamat ya! kapan nih nikahnya?". Apa karena telah menemukan seseorang yang tepat, tidak ada lagi yang dipikirkan selain tentangnya? Aku tidak bisa mengambil simpulan seperti itu tanpa tahu siapa gadis ini sebenarnya. Haruskah ini dilanjutkan?

" tahun depan. mungkin." Aku mengangguk. Pembicaraan kami banyak didominasi olehnya, dia menceritakan banyak hal tentang dirinya seperti kami sudah kenal lama. Aku hanya sesekali mengangguk, tertawa, atau menimpali.

" di rumah dekat sama siapa?". tanya yang sedari tadi berputar di kepalaku terlontar juga keluar. aku memperhatikan wajahnya, lagi-lagi mencari seraut tanda. Dia tertawa. Aku tidak mengerti, dia suka sekali tertawa, tapi tawanya berbeda-beda dan aku tidak mampu menangkap maksudnya.

" Ayah meninggal ketika aku kecil, dia jatuh dari lantai tiga. makanya sekarang ibu juga pergi...". Aku tercekat. Tak terlihat getir di matanya, wajahnya tak menegang, tapi aku semakin tidak mengerti tawanya kali ini.Setelah itu dia mulai bercerita tentang keluarganya. Aku bahkan tahu bagaimana muka adiknya, bagaimana hubungannya dengan neneknya, apa yang terjadi dengan pamannya. Cara bicaranya cepat, seolah-olah tak ada waktu lagi untuk mengatakan semuanya.


****

" Aku Nining, siapa namamu?", kuulurkan tanganku. Pertemuan kita mungkin tidak berakhir di sini. Kuyakinkan hal itu sekarang.

" Nisya..", begitu dia mengucapkannya. Tapi bukan Nisya, melainkan Nisa. Segera kuketahui hal itu ketika melihat namanya yang tertera di layar ponsel yang dia tunjukkan padaku.

" Semoga kita bertemu lagi.." Dia tersenyum. Aku membalas senyumnya seraya mengamini dalam hati. aku tidak tahu mengapa aku melakukan sesuatu yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya; meminta nomor ponsel dari orang yang tidak kukenal. Aku hanya merasa harus melakukannya.... tanpa alasan yang jelas, dan hatiku membenarkannya.






Sukabumi, 17 Januari 2011