Bukankah kita dilahirkan dengan masa yang berbeda, Ayah? Aku tak bisa benar-benar mengikuti keinginanmu. Benar. Aku memang manusia yang hidup lebih muda beberapa tahun darimu. Benar, bahwa engkau lebih mengetahui dunia ini dibanding aku. Tapi tidak dengan keinginanku, ayah. Bagaimana mungkin engkau lebih mengetahui yang lebih baik bagiku dibanding diriku sendiri? Bagaimana mungkin engkau memahami aku dibanding diriku sendiri?
Ayah, mungkin kehidupanmu selama 45 tahun begitu keras, sehingga kau jumpai aku dengan helaan nafas panjang ketika kuceritakan inginku untuk terbang. Bukan aku tak mempedulikan nasihatmu, aku memiliki jiwa yang tak bisa terikat, Ayah. Selama apa yang aku inginkan tak melanggar syariatNya, aku tak akan mundur. Maaf, jika sepertinya aku bersikeras dengan mimpi-mimpiku. Aku tahu, ayah hanya ingin aku mengalami semua kemudahan yang tidak ayah alami di masa-masa remajamu, tapi apa yang salah dengan mimpiku? Aku tahu, ayah hanya tidak ingin aku kesulitan ketika kelak aku harus mandiri, tapi apa yang salah dengan semua minatku?
Ayah, jangan pernah berpikir bahwa aku tidak memikirkan keadaan kita. Aku juga sedang berusaha, Ayah, dengan semua hal yang bisa kulakukan agar mimpi ini tak menjadi beban buat ayah. Aku juga tengah mencari sesuatu yang akan memudahkan ini buat kita, Ayah. Aku hanya ingin ayah tahu, meski aku baru saja 18 tahun, aku memiliki sesuatu yang akan kupegang kuat. Aku memiliki mimpi-mimpi yang bukan menjadi rintangan, tapi nafasku, Ayah.
Aku hidup dengan mimpiku, bukan bermimpi dengan hidupku. Ayah, aku hanya akan mengatakan; hidupku tak akan pernah dihabiskan untuk sekadar mencari sesuap nasi, aku hidup demi mimpi-mimpiku, dan karenanya aku akan berusaha. Aku hidup bukan hanya untuk hidup.
Maafkan kekeraskepalaan putri kecilmu yang kini telah beranjak dewasa.
0 komentar:
Posting Komentar