DI BALIK MANGLAYANG, MAKNA ITU KUSINGKAP
Badan rasanya remuk, seluruh
persendian sakit, telapak kaki mengelupas, dan tangan tergores di sana-sini.
Entah itu efek normal dari pasca-pendakian, atau itu efek yang cuma terasa oleh
pemula seperti aku. Secara teoretis maupun praktis, aku tidak berpengalaman
naik-turun gunung. Dan entah kelewat nekat atau bodoh aku mengiyakan saja
ajakan adik kelasku untuk naik gunung Manglayang – tanpa latihan fisik, tanpa
pengetahuan survival! Wah… cari mati
emang… *geli sendiri* haha..
Kenapa aku mau? Yah, katakan ini
adalah salah satu terapi yang aku rancang sendiri untuk mengalahkan ketakutan
dan ketidakpercayaan diriku. Juga membuat warna dari pengalamanku beraneka. Aku
terlalu banyak terdiam di wilayah para akademisi yang tertegun pada landasan
teoretis dan memperdebatkan data-data yang ada. Sudah cukup bicara dengan
mereka yang bolak-balik ke luar negeri, menang lomba sana-sini, diskusi teori psikologi tanpa pernah lihat
kenyataan yang ada. Sudah saatnya lihat dunia yang sebenarnya, yang tak pernah
bisa tergambar dari teori. Teori adalah idealismenya, tapi kenyataan tak pernah
ada yang ideal.