25 Maret 2012 - Ciseke
Banyak yang membadai di dada, sesak terkadang menyeruak, tangis membulir di tepian mata, dan jika kubuka mata ini lebar-lebar, kemarahan akan terus menyerang, menyesakkan, memberikan perih, lalu pelan-pelan, murka itu mengembun di sudut. Tidak tahu harus memulai dari mana, tidak tahu bagaimana harus memaparkan segalanya, terlalu sesak, terlalu berat, terlalu nyeri.
Akhir-akhir ini dengar sering terjadi pembicaraan mengenai pengkhianatan - pengkhianatan dalam suatu pergerakan jika harus kuperjelas. Serigala berbulu domba, mereka menyebutnya. Aku lebih senang mengatakannya apel (yang dikira) busuk. Beragam alasan yang membuat apel ini dikira busuk, lalu dilempar jauh-jauh agar kebusukannya itu tidak menyebar noktah atau benih busuk juga di kalangannya, salah satunya: memilih jalan yang dilarang organisasi atau pergerakan. Memang jelas bersalah, memang jelas 'berkhianat', tapi ada yang menggugah di dalam sini, sesuatu yang menggelegak di dalam dada -- kemarahan.
Apa masalahnya?
Bagi saya pribadi, pengeluaran atau hired'nya seseorang bukanlah suatu solusi. Mengapa melihat busuknya pale lalu membuangnya serta merta? Mengapa tidak bagioan busuknya saja yang dihilangkan? mengapa tidak mau repot? menggelikan.
Secara psikologis, punishment memang berpengaruh untuk melemahkan perilaku yang tidak diharapkan, namun yang menjadi pertanyaan, punishment yang seperti apa? Punishment yang 'asal' bukannya akan membawa pengaruh baik bagi orang yang bersangkutan, namun malah memperburuk keadaannya. Baiklah, dia bersalah, lalu haruskan punishment itu datang dalam bentuk cercaan, hina dina, mempermalukan di depan publik? Sungguh, kaum yang membodoh yang memakai cara itu.
Kembali ke masalah punishment tadi. Punishment ini akan bekerja secara efektif bila disertai dengan adanya pendampingan. Yang dimaksud dengan pendampingan di sini BUKAN penyudutan kepada orang tersebut, dengan selalu menyindir kesalahannya setiap kali ada kesempatan, 'meneror' wall facebook orang tersebut, atau mengirimi pesan-pesan makian. itu sih namanya PENYIKSAAN SECARA PSIKOLOGIS. Dan itu berbahaya karena sejatinya, orang tersebut sudah mengetahui letak kesalahannya, merasa bersalah, dan conscience yang ada dalam dirinya cukup memberinya hukuman. Tak perlulah kita menambah penyiksaan dalam dirinya, bukan perbaikan yang akan terjadi, namun keterpurukan.
Pendampingan inilah yang akan membantu dia membuang bagian busuk yang ada dalam dirinya. Mengapa dikeluarkan? Dipermalukan? Pendampingan tidak hanya akan berbuah kebaikan, tetapi juga berbuah sehatnya hubungan. Dan dikeluarkan? itu hanyalah cara mereka yang tidak mau repot untuk menangani kebusukan. Buang saja, cari yang baru - begitu mungkin falsafah yang dianutnya. Lah, persaudaraan macam apa ya?
Umar Ibn Khattab masih sulit menghilangkan kebiasaan minum khamar ketika beliau baru saja memeluk Islam, lalu apa yang Rasulullah katakan padanya? Rasulullah mengingatkannya dengan bersabda, " Wahai Umar, ingatlah janjimu kepada Allah". Rasulullah mengingatkan beliau dengan kata yang tidak memiliki makna apapun selain untuk mengingatkan, bukan untuk menghina atau menyindirnya secara terus menerus. Menghukum saja bukan suatu solusi, bagaimanapun setiap orang butuh didukung, dikuatkan, dijaga. Bukankah persaudaraan itu indah karena saling menjaga? Tidak ada yang ditinggalkan, pun meninggalkan. Tidak dilepas, pun melepaskan.